Jumat, Oktober 23, 2009

LANDASAN SEJARAH PENDIDIKAN


Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukan kita sebagai bangsa (nation formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation state) yang merdeka, pada setiap kurun zaman , pendidikan tidak dapat dilepaskan dari filsafat yang menjadi fondasi utama dari setiap bentuk pendidikan karena menyangkut sistem nilai-nilai (systems of values) yang memberi warna.dan menjadi “semangat zaman” (zeitgeist) yang dianut oleh setiap individu, keluarga, anggota-anggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara nasional .
Landasan filsafat ini hanya dapat dirunut melalui kajian sejarah, khususnya Sejarah Pendidikan Indonesia.

Sebagai komparasi, di negara-negara Eropa dan Amerika pada abad ke -19 dan ke-20 perhatian kepada Sejarah pendidikan telah muncul dari dan digunakan untuk maksud-maksud lebih lanjut yang bermacam-macam antara lain untuk membangkitkan kesadaran berbangsa, kesadaran akan kesatuan kebudayaan ,pengembangan profesional guru-guru, atau untuk kebanggaan terhadap lembag-lembaga dan tipe-tipe pendidikan tertentu ( Silver, 1985:2266).

Substansi dan tekanan dalam Sejarah pendidikan itu bermacam-macam tergantung kepada maksud dari kajian itu mulai dari tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi nasional, sistem pendidikan beserta komponen-komponennya, sampai kepada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan, termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan gerakan-gerakan sosial. Sejarah pendidikan erat kaitannya dengan sejarah intelektual dan sejarah sosial (Silver, 1985: Talbot, 1972:193-210).

Selama ini sejarah pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau tradisional yang umumnya diakronis yang kajiannya berpusat pada sejarah dari ide-ide dan pemikir-pemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem pendidikan dan lembaga- lembaga, atau sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan.(Silver,1985:2266). Pendekatan yang umumnya diakronis ini dianggap statis,sempit serta terlalu melihat ke dalam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam pendidikan besrta segala macam masalah yang timbul dan ditimbulkannya. Penanganan serta pendekatan baru dalam sejarah pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan pendidikan kemudian ( Tabolt, 1972:206-207)

Sehubungan dengan di atas pendekatan sejarah pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru, antara lain interdisiplin. Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah dengan sinkronis ilmu-ilmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tetentu seperti antropologi, sosiologi, dan politik telah memasuki “perbatasan” (sejarah) pendidikan dengan “ilmu-ilmu terapan” yang disebut antropologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan politik pendidikan. Dalam pendekatan ini dimanfaatkan secara optimal dan maksimal hubungan dialogis “simbiose matualistis” antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial.

Sejarah Pendidikan Dunia

Umur sejarah pendidikan dimulai dari zaman Hellenisme tahun 150-500 SM ke zaman pertengahan tahun 500-1500, zaman Hunamisme atau renaissance serta zaman Reformasi dan kontra reformasi tahun 1600 –an. Pendidikan zaman-zaman ini belum banyak memberikan kontribusinya kepada pendidikan zaman sekarang

Pendidikan mulai menunjukkan eksistensinya sejak zaman realisme. Realisme menghendaki pikiran yang praktis. Saat ini berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan alam.Tokoh realisme zaman ini adalah Francis Bacon (abad ke 17) yang mengembangkan metode induktif. Tokoh Realisme yang lain yaitu johan Amos Comenius, yang terkenal dengan bukunya Janua Linguarum Reserata atau Pintu Terbuka bagi Bahasa tahun 1631. Didactica Magna atau buku Didaktik Yang Besar tahun 1632, dan Orbis Pictus atau Gambar Dunia tahun 1651.

Sesudah itu berkembang paham Rasionalisme atau disiplinarianisme dengan tokohnya Jhon Locke pada abad ke 18. Aliran ini bertujuan memberikan kekuasaan bagi manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya.

Tokohnya adalah J.J Rousseau yang menulis buku berjudul Emile, Herbart yang menginginkan pembentukan manusia sosial yang bermoral tinggi, Frobel yang ingin mengembangkan semua kapasitas dan kekuatan yang laten pada anak-anak dan Stanlay Hall yang bertujuan mengembangkan semua kekuatan-kekuatan yang ada sehingga memperoleh kehidupan yang harmonis.

Pada abad ke-19 berkembang zaman Developmentalisme yang memandang pendidikan sebagai proses pengembangan jiwa yang berlangsung dalam setiap individu.Tokoh-tokoh aliran ini adalah Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm frobel di Jerman dan Stanley Hall di Amerika Serikat.

Selanjutnya pada abad ke-19 berkembang zaman Nasionalisme. Paham ini muncul sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperialisme. Tokohnya adalah Chalotais di Perancis, Fichte di Jerman dan Jefferson di Amerika Serikat. . Pada abad tersebut muncul juga aliran liberalisme dan positisvisme. Tokoh Liberlisme adalah Adam smith dalam bidang ekonomi. Tokoh aliran positivisme dalah August Comte yang hanya percaya kepada kebenaran yang diamati oleh panca indera.

Pada abad ke-20 muncul aliran sosial dalam pendidikan dengan tokoh-tokohnya Paul Natorp dan George Kerschensteiner di Jerman serta John Dewey di Amerika Serikat. Maria Montessori, Ovide Declory dan Hellen Parkhurst dengan pendidikan bebas, dengan semboyan mendidik dalam kebebasan untuk kebebasan.

Sejarah pendidikan di Indonesia.

Pendidikan di Indonesia sudah ada sebelum Negara Indonesia berdiri. Sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno, kemudian diteruskan dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh agama Islam, pendidikan pada zaman kemerdekaan. Pada waktu bangsa Indonesia berjuang merintis kemerdekaan ada tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan, yang berjuang melalui pendidikan. Mereka membina anak-anak dan para pemuda melalui lembaganya masing-masing untuk mengembalikan harga diri dan martabatnya yang hilang akibat penjajahan Belanda.

Tokoh-tokoh pendidik itu adalah :

1. Mohammad Syafei

Yang mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada tanggal 31 Oktober 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di desa Kayutanam. Sekolah ini berawal dari sebuah rumah yang disewa sebagai kelas belajar, namun kemudian berkembang menjadi sebuah kampus dengan fasilitas yang lengkap. INS memiliki falsafah pendidikan yang berorientasi kepada bakat serta sifat aktif, kreatif, dan produktif yang berlandaskan kepada alam yang berkembang. Salah satu program yang dikembangkan adalah Seni rupa dan kerajinan . (Syafwandi:2001) atau Http://digilib.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-2001-syafwandi-1726&width=300

2. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara setelah pulang dari pengasingan, bersama-sama rekan seperjuangannya mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yaitu National Onderwijs Institut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada tanggal 3 Juli 1922. Pemerintah Belanda berupaya merintangi dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932.tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi tersebut dicabut. Sifat, system, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang.Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu.

Tahun 1947 direvisi yang diberi nama Panca Darma. Isi Panca Darma yaitu:

1 Kemanusiaan, yaitu berupaya menghargai sesama manusia dan mahluk tuhan lainnya

2 Kebangsaan, ialah bersatu dalam suka dan duka , tetapi menghindari chaufinistis, dan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan.

3 Kebudayaan nasional harus dilestarikan dan dikembangkan.

4 Kodrat alam, manusia adalah bagian dari alam, maka manusia harus dibina dan berkembang sesuai dengan kodrat alam.

5 Kemerdekaan atau kebebasan, setiap anak harus diberi kesempatan bebas mengembangkan diri sendiri

3. Kyai Haji Ahmad Dahlan

Tanggal 8 dzulhijjah 1330 H atau 18 Nopember 1912 M adalah kelahiran sebuah gerakan islam modernis terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota Santri Kauman Yokyakarta, diajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim“Statuten Muhammadiyah (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, th.1912), Yang kemudian baru disyahkan oleh gubernur Jendral Belanda pada 22 Agustus 1914.Kata Muhammadiyah secara bahasa berarti pengikut Nabi Muhammad. Penggunaan kata Muhammadiyah dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian “ Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran nabi Muhammad s.a.w, yaitu islam. Dan tujuannya adalah memahami dan melaksanakan agama islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama islam. Dengan demikian ajaran islam yang suci dan benar itu dapat memberi napas bagi kemajuan umat islam dan bangsa Indonesia pada umumnya” .

Menurut Nurcholis Madjid (1983,310) Dahlan memang sosok pencari kebenaran yang hkiki, yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manar dan tokoh unik karena usaha pembaharuannya tidak melalui pendahuluan atau prakondisi tertentu sebelumnya.

Secara Idelistik menurut Djarnawi (t.t:68) gagasan untuk mendirikan Muhamadiyah timbul dalam hati sanubari Kyai Dahlan sendiri karena didorong oleh sebuah ayat dalam Al-Qur’an yakni surat Al-Imran 104, yang berbunyi “Wal takum minkum ummatun yad’u;na ilal khairi wa yakmuru : na bil ma’rufi wa yanhauna ‘anil munkari wa ula: ika humul muflihun”: Adakanlah diantara kamu segolongan umat yang menyuruh manusia kepada keutamaan dan menyuruh berbuat kebajikan serta mencegah berlakunya perbuatan yang munkar. Umat yang berbuat demikian itulah yang akan berbahagia.(www.muhammadiyah-or-id) Sejarah Singkat Pendirian

Persyarikatan Muhammadiyah 2006

Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu :

1. Perubahan cara berfikir

2. Kemasyarakatan

3. Aktivitas

4. Kreativitas

5. Optimisme

Masa Perjuangan Bangsa

Perjuangan bangsa Indonesia pada awalnya bersifat kedaerahan dan mulai berubah menjadi perjuangan bangsa sejak didirikannya Budi Utomo tahun 1908 oleh Dr.Wahidin. Organisasi Budi Utomo dengan Ciri-ciri:

Dasar organisasi adalh kebudayaan.

Tujuannya adalah untuk memajukan bangsa Indonesia dalam segala bidang kehidupan terutama kebudayaan.

Pimpinan adalah orang-orang Indonesia yang bukan pelajar.

Masa Pembangunan

Pembangunan dilaksanakan serentak pada berbagai bidang, baik spiritual maupun material Prioritas pertama yaitu pada bidang ekonomi, karena ekonomi memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa dan negara. Sementara itu pembangunan di bidang lain tetap dilaksanakan secara proporsional sejalan dengan keberhasilan pembangunan ekonomi.

Untuk mencapai maksud di atas dikembangkan kebijakan Link and Match. Link berarti pendidikan memilki kaitan fungsionaldengan kebutuhan pasar. Merupakan inplementasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan keseimbangan , koordinasi, pengaturan, perencanaan, dan program kerja.. Match berarti lulusan yang mampu memenuhi tuntutan para pemakai baik jenis, jumlah, maupun mutu yang dipersyaratkan. Merupakan dampak outcome serta efisiensi internal dan eksternal. Beberapa inovasi yang dilakukan antara lain:

Tilaar (1996) , PPSP yang mencobakan belajar dengan modul, SD Pamong yaitu pendidikan antara masyarakat, orang tua dan guru , yang hilang dari peredaran setelah muncul SD Inpres.. Tilaar mengharapkan inovasi pendidikan bersumber dari hasil-hasil penelitian di Indonesia.

Alisyahbana (1990), Mengemukakan ada tiga macam pesimisme di kalangan para ahli pendidikan maksudnya adalah :

1. Pemerintah seolah-olah belum memiliki political will yang kuat untuk memperbaiki pendidikan.

2. Orang Indonesia memiliki budaya begitu lambanmelakukan informasi sosial

3. Seolah-olah sulit munculnya tokoh pemikir yang berani menyusun dan memperjuangkan konsep-konsep yang bertalian dengan pendidikan.

Buchori (1990), mengemukakan ada kesenjangan dalam dunia pendidikan yaitu:

1. Kesenjangan Okupasional, yaitu kesenjangan antara jenis pendidikan atau sifat akademik dengan tugas-tugas yang akan dilakukan dalam dunia pekerjaan.

2. Kesenjangan akademik artinya pengetahuan-pengetahuan yang diterima di sekalah acapkali tidak bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kesenjangan kultural, terjadi karena masih banyak lembaga pendidikan menekankan pengetahuan klasik dan humaniora.

4. Kesenjangan Temporal ialah kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia sekarang.

Salah satu dampak dari hasil pembangunan yang tidak seimbang itu adalah:

1. Munculnya kenakalan dan perkelahian anak-anak muda disana-sini.

2. Maraknya kolusi diberbagai kalangan sepert ditulis oleh Baharudin Lopa (1996)

3. Tingginya tingkat korupsi menurut laporan Fortune tentang korupsi di Asia dan survey internasional TIN (Jawa Post 14-8-1995 dan 10-2-1996).

Segi keberhasilan pembangunan yang menonjol yaitu:

1. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya melaksanakan ajaran agama sudah meningkat dengan pesat.

2. Persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali.

3. Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat tinggi sampai mencapai 7%

Selengkapnya...

AKSIOLOGI

AKSIOLOGI

Dasar manusia mencari dan menggali ilmu pengetahuan bersumber kepada tiga pertanyaan. Sementara filsafat ,memepelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil pengkajianya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Untuk mengingatkan ketiga pertanyaan itu adalah:

1. Apa yang ingin kita ketahui?

2. Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan?; dan

3. Apakah nilai (manfaat) pengetahuan tersebut bagi kita?

Pertanyaan pertama di atas merupakan dasar pembahasan dalam filsafat dan biasa disebut dengan Ontologi , pertanyaan kedua juga merupakan dasar lain dari filsafat, disebut dengan Epistemologi dan pertanyaan terakhir merupakan landasan lain dari filsafat yang disebut dengan Aksiologi. Ketiga hal di atas merupakan landasan bagi filsafat dalam membedah setiap jawaban dan seterusnya membawa kepada hakekat buah pemikiran tersebut. Hal ini juga berlaku untuk ilmu pengetahuan, kita mempelajari ilmu ditinjau dari titik tolak yang sama untuk mendapatkan gambaran yang sedalam-dalamnya.

Butler (1957) mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu :

1. Metafisika, membahas : teologi, kosmologi, dan antropologi

2. Epistemologi, membahas : hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan, dan metode pengetahuan

3. Aksiologi, membahas : etika dan estetika


I. Pengertian Aksiologi

Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara singkat, aksiologi adalah teori nilai. Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai yang mencakup : a) hakikat nilai, b) tipe nilai, c) criteria nilai, dan d) status metafisika nilai

Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.

II. Teori tentang Nilai

1. Kebebasan Nilai dan Keterikatan Nilai

Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai?

Bagi ilmuwan yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian.

Sedangkan bagi ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.

Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.


2. Jenis-jenis Nilai

Berikut adalah jenis-jenis nilai yang di kategorikan pada perubahannya:

1. Baik dan Buruk

2. Sarana dan Tujuan

3. Penampakan dan Real

4. Subjektif dan Objektif

5. Murni dan Campuran

6. Aktual dan Potensial

3. Hakikat Nilai

Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau pendapatnya:

a. Nilai berasal dari kehendak, Voluntarisme.

b. Nilai berasal dari kesenangan, Hedonisme

c. Nilai berasal dari kepentingan.

d. Nilai berasal dari hal yang lebih disukai (preference).

e. Nilai berasal dari kehendak rasio murni.

4. Kriteria Nilai

Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.

a. Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.

b. Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.

c. Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur.

5. Status Metafisik Nilai

a. Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.

b. Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas dari keberadaannya yang dikenal.

c. Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral, objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (mis: theisme).

6. Karakteristik Nilai

a. Bersifat abstrak; merupakan kualitas

b. Inheren pada objek

c. Bipolaritas yaiatu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah.

d. Bersifat hirarkhis; Nilai kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian

Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai keindahan. Ringkasnya dalam pembahasan teori nilai ini bukanlah membahas tentang nilai kebenaran walaupun kebenaran itu adalah nilai juga. Pengertian nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yang sama belum tentu mempunyai harga yang sama pula karena penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu biasanya berlainan. Bahkan ada yang tidak memberikan nilai terhadap sesuatu itu karena ia tidak berharga baginya tetapi mungkin bagi orang lain malah mempunyai nilai yang sangat tinggi karena itu sangatlah berharga baginya.

Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra. Tingkah laku perbuatan manusia atau sesuatu yang mempunyai nilai itulah yang dapat ditangkap oleh indra karena ia bukan fakta yang nyata. Jika kita kembali kepada ilmu pengetahuan, maka kita akan membahas masalah benar dan tidak benar. Kebenaran adalah persoalan logika dimana persoalan nilai adalah persoalan penghayatan, perasaan, dan kepuasan. Ringkasan persoalan nilai bukanlah membahas kebenaran dan kesalahan (benar dan salah) akan tetapi masalahnya ialah soal baik dan buruk, senang atau tidak senang. Masalah kebenaran memang tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama terhadap nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positivisme, pragmatisme, fvtalisme, hindunisme dan sebagainya.

1. Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ”ethos” yang berarti adat kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya. Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan bagaimana semestinya tndakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.

Secara singkat definisi etika dan moral adalah suatu teori mengenai tingkah laku manusia yaitu baik dan buruk yang masih dapat dijangkau oleh akal. Moral adalah suatu ide tentang tingkah laku manusia (baik dan buruk) menurut situasi yang tertentu. Jelaslah bahwa fungsi etika itu ialah mencari ukuran tentang penilaian tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk akan tetapi dalam prakteknya etika banyak sekali mendapatkan kesukaran-kesukaran. Hal ini disebabkan ukuran nilai baik dan buruk tingkah laku manusia itu tidaklah sama (relatif) yaitu tidal terlepas dari alam masing-masing. Namun demikian etika selalu mencapai tujuan akhir untuk menemukan ukuran etika yang dapat diterima secara umum atau dapat diterima oleh semua bangsa di dunia ini. Perbuatan tingkah laku manusia itu tidaklah sama dalam arti pengambilan suatu sanksi etika karena tidak semua tingkah laku manusia itu dapat dinilai oleh etika.

Tingkah laku manusia yang dapat dinilai oleh etika itu haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu, yaitu :

1. Perbuatan manusia itu dikerjakan dengan penuh pengertian. Oleh karena itu orang-orang yang mengerjakan sesuatu perbuatan jahat tetapi ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa perbuatan itu jahat, maka perbuatan manusia semacam ini tidak mendapat sanksi dalam etika.

2. Perbuatan yang dilakukan manusia itu dikerjakan dengan sengaja. Perbuatan manusia (kejahatan) yang dikerjakan dalam keadaan tidak sengaja maka perbuatan manusia semacam itu tidak akan dinilai atau dikenakan sanksi oleh etika.

3. Perbuatan manusia dikerjakan dengan kebebasan atau dengan kehendak sendiri. Perbuatan manusia yang dilakukan denan paksaan (dalam keadaan terpaksa) maka perbuatan itu tidak akan dikenakan sanksi etika.

Demikianlah persyaratan perbuatan manusia yang dapat dikenakan sanksi (hukuman) dalam etika.

2. Estetika

Estetika dan etika sebenarnya hampir tidak berbeda. Etika membahas masalah tingkah laku perbuatan manusia (baik dan buruk). Sedangkan estetika membahas tentang indah atau tidaknya sesuatu. Tujuan estetika adalah untuk menemukan ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah itu. Yang jelas dalam hal ini adalah karya seni manusia atau mengenai alam semesta ini.

Seperti dalam etika dimana kita sangat sukar untuk menemukan ukuran itu bahkan sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran perbuatan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia. Estetika juga menghadapi hal yang sama, sebab sampai sekarang belum dapat ditemukan ukuran yang dapat berlaku umum mengenai ukuran indah itu. Dalam hal ini ternyata banyak sekali teori yang membahas mengenai masalah ukuran indah itu. Zaman dahulu kala, orang berkata bahwa keindahan itu bersifat metafisika (abstrak). Sedangkan dalam teori modern, orang menyatakan bahwa keindahan itu adalah kenyataan yang sesungguhnya atau sejenis dengan hakikat yang sebenarnya bersifat tetap. Selengkapnya...

Rabu, Oktober 14, 2009

EPISTEMOLOGI

EPISTEMOLOGI

Filsafat adalah berpikir radikal, sistematis, dan universal tentang segala sesuatu. Jadi, yang menjadi objek pemikiran filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala yang ada merupakan bahan pemikiran filsafat. Karena, filsafat merupakan usaha berpikir manusia yang sistematis.

Al-Syaibany (1979) mendefinisikan filsafat sebagai usaha mencari yang hak dan mengenai kebenaran, atau usaha untuk mengetahui sesuatu yang berwujud, atau usaha untuk mengetahui tentang segala sesuatu yang mengelilingi manusia dalam alam semesta ini. Kehidupan, manusia dan pencipta alam semesta, sifat-sifat dan nilai-nilai kemanusian. Filsafat membahas tiga persoalan pokok, yaitu masalah wujud, masalah pengetahuan, dan masalah nilai.

Sidi Gazalba ( 1973 ) menegemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri atas ;

1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah : filsafat hakikat atau ontology, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce.

2. Teori pengetahuan, yang mempersoalkan : hakikat pengetahuan, dari mana sala atau sumber pengetahuan, bagaimana membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang benar dan apakah yang dapat diketahui manusia, serta sampai dimana batas pengetahuan manusia.

3. Filsafat nilai, yang membicarakan : hakikat nilai, dimana letak nilai, apakah padfa bendanya, atau pada perbuatannya, atau pada manusia yang menilainya, mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapa yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan penilaian.

Berdasarkan tiga persoalan filsafat yang utama, yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, persoalan tentang nilai-nilai, maka cabang filsafat adalah sebagai berikut :

  1. Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu metafisika

Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagia, yaitu

1. Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakikat dari segala wujud yang ada. “ Ontology is the theory of being qua being” (Runes, 1963 : 219)

2. Metafisika khusus mempersoalkan teologi, kosmologi dan antropologi

  1. Persoalan Pengetahuan (knowledge) atau kebenaran ( truth ). Pengetahuan ditinjau dari segi isinya berkaitan dengan cabang filsafat yaitu epistemology. Adapun kebenaran ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu logika.
  2. Persoalan nilai-nilai (value). Nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilai kebaikan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu etika, dan nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsafat yaitu estetika.

I. Pengertian Epistemologi

Secara historis, istilah epistemologi digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier, untuk membedakan dua cabang filsafat, epistemologi dan ontologi (metafisika Umum). Kalau pada metafisika pertanyaan pokoknya adalah apakah hal yang ada itu ? Maka pertanyaan dasar dalam epistemologi adalah apakah yang dapat saya ketahui?

Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi ternyata menyimpan “misteri” pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda ketika mengungkapkannya, sehingga didapatkan pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya.

Epistemologi, berasal dari bahasa Yunani “episteme” (pengetahuan) dan “logos” (kata/pembicaraan/ilmu/teori) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.

Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa inggrisnya menjadi “theory of knowledge”.

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. “Epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, method, and validity of knowledge” (Runes, 1963 : 94)

Dalam Epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui”? Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1.Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?; 2). Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?; 3). Bagaimanakah validitas pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman) (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003, hal.32).

Epistemologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

Menurut Langeveld (1961), epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsure-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan batasa-batasannya.

Epistemologi membahas persoalan pengetahuan. Mungkinkah pengetahuan yang diperoleh atau tidak. Dapatkah kita memiliki pengetahuan yang benar ? Kita mengharapkan pengetahuan Yng benar bukan pengetahuan yang khilaf, yang mendasarkan pada khayalan belaka. Dalam epistemology, yang paling pokok perlu dibahas adalah apa yang menjadi sumber pengetahuan, bagaimana struktur pengetahuan.

Pengertian lain, menyatakan bahwa epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: apakah sumber-sumber pengetahuan ? apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia (William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005).

Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu. Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

II. Arti Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang menjadi pengetahuannya adalah selalu terdiri atas unsure yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu, pengetahuan selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya.

III. Sumber Pengetahuan

Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan melalui beberapa sumber.

Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:

1.Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke (1632 –1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.

2.Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris.

Tokohnya adalah Rene Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) danGottriedLeibniz (1646 –1716).

3.Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses pernalaran tertentu.

Henry Bergson menganggap intuisi merupakanhasil dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.

4.Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.

5.Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya.

Kita menerima suatu pengetahuan itu benar, bukan karena telah menceknya di luar diri kita, melainkan telah dijamin oleh otoritas ( suatu sumber yang berwibawa, memiliki wewenang, berhak) di lapangan.

IV. Teori Pengetahuan

Ada beberapa teori yang dapat menjadi acuan untuk menentukan apakah pengetahuan itu benar atau salah, yaitu :

  1. Teori korespondensi (correspondence theory)

Menurut teori korespondensi, kebenaran merupakan persesuaian antara fakta dan situasi nyata. Kebenran merupakan persesuaian antara pernyataan dalam pikiran dengan situasi lingkungannya.

  1. Teori koherensi (coherence theory)

Menurut teori koherensi, kebenaran bukan persesuaian secara harmonis antara pikiran dengan kenyataan, melainkan kesesuaian dengan pengetahuan kita secara harmonis antara pendapat/pikiran kita dengan pengetahuan yang dimiliki.

  1. Teori pragmatisme (pragmatism theory)

Menurut teori pragmatisme, kebenaran tidak bisa bersesuaian dengan kenyataan, sebab kita hanya bias mengetahui dari pengalaman kita saja.

V. Aliran-Aliran Epistemologi

1. Skeptisisme

Skeptisisme adalah aliran yang secara radikal dan fundamental tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran pengetahuan atau sekurang-kurangnya menyangsikan secara fundamental kemampuan pikiran manusia untuk mendapat kepastian dan kebenaran.

Skeptisisme berasal dari bahasa Yunani, skeptomai: memperhatikan dengan cermat, teliti.

Skeptisisme adalah aliran atau sistem pemikiran yang mengajarkan sikap ragu sebagai sikap dasar yang fundamental dan universal.

Tokoh-Tokohnya: Democritus, Protagoras, Phyrro, Montaigne, Charron, Bayle, Nietze, Spengler, Goblot.

2. Relativisme

Relativisme adalah suatu aliran atau paham yang mengajarkan bahwa kebenaran itu ada, akan tetapi kebenaran itu tidak mempunyai sifat mutlak.

Istilah relativisme diangkat dari kata relatif, berasal dari kata latin reffere: membawa, mengacu, menghubungkan . dari situ timbullah kata relatio yang artinya relasi: hubungan, ikatan. Relativisme: adanya ikatan, adanya keterbatasa, nisbi.

3. Fenomenalisme

Phenomenalism: theory that knowledge is limited to phenomena including: (a) physical phenomena or totally of objects of actual and possible perception; and (b) mental phenomena, the totally of objects of introspection. ( Fenomenalisme: teori yang memandang pengetahuan terbatas pada gejala (fenomena) yang mencakup: (a) fenomena fisik atau seluruh object yang nyata dan dapat dipersepsi; dan (b) fenomena mental, yakni seluruh object yang dapat diintrospeksi).

Tokohnya: Kant, Comte, Spencer).

4. Empirisisme

Empiricism: (1) a proposition about sources of knowledge: that the sole source of knowledge is experience; or that no knowledge at all or no knowledge with existential reference is possible independently of experience. (2) A proposition about origin of ideas, concepts, or universals: that they or at least those of theme having existential reference are derived solely or primarily from experience or some significant part of experience. (Empirisme: (1) Sebuah dalil tentang sumber pengetahuan: dimana sumber pengetahuan adalah pengalaman; tidak ada pengetahuan yang eksistensial kecuali hal-hal mungkin dialami secara bebas. (2) Sebuah dalil tentang sekitar asal mula ide-ide, konsep-konsep atau hal-hal universal: dimana hal-hal acuan yang eksis adalah sesuatu diperoleh semata-mata atau terutama didapatkan dari pengalaman atau beberapa bagian penting dari pengalaman.

5. Subjektivisme

Subjectivism: the restriction of knowledge to the knowing subject and its sensory. Affective and volitional states and to such external realities as may be inferred from the mind’s subjection states. (Subjectivism: aliran yang membatasi pengetahuan pada hal-hal (objek) yang dapat diketahui dan dirasa. Kecendrungan dan kedudukan kemauan pada realitas eksternal sebagai sesuatu yang bisa ditinjau dari pemikiran yang subjektif).

Referensi

Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu & Perkembanganya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Uyoh Sadulloh. 2009. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

http://grelovejogja.wordpress.com/2008/09/11/aliran-aliran-epistemologi/

download tgl 14 oktober 2009 jam 10.00 pm

Selengkapnya...